Pembaca
berhati-hatilah! "Hati-hati kalau baca koran. Ada seorang bapak yang baru
saja mengalami kebutaan. Dokter sempat bingung dengan penyebab kebutaannya.
Setelah diperiksa ulang, temyata di matanya ditemukan banyak sekali
serbuk-serbuk karbon hitam. Ketika dilacak dari mana asal serbuk karbon itu,
temyata berasal dari koran-koran yang dibaca bapak. Dia sudah memulai kebiasaan
itu selama 10 tahun lebih. Tanpa sadar, ketika membuka koran, serbuk-serbuk itu
beterbangan. Akhirnya, asosiasi dokter mata di Inggris mengingatkan hati-hati
dengan koran karena temyata mengandung karbon yang mudah berpindah ke mata dan
itu berbahaya. Jadi, hati-hati membuka dan membaca koran. Itu bisa membuatmu
buta. Karena itu, waspadailah. Kirimkan berita ini kepada orang yang Anda
sayangi, kalau Anda tak ingin mereka juga mengalami apa yang terjadi dengan
bapak itu. Ini bukan hoax (cerita bohongan). Kasus ini baru saja dibahas di CNN
beberapa minggu lalu".
Saat
ini berapa sering Anda menerima informasi yang seperti itu? Informasi yang
dimulai dengan berita yang menghebohkan, lalu Anda diminta melakukan ini dan
itu, lantas ditutup dengan beberapa baris terakhir untuk meyakinkan Anda bahwa
berita itu bukan bohongan. Kadang, Anda begitu bingungnya di antara percaya
atau tidak. Masalahnya, kisah-kisah tersebut memang dibuat dengan begitu
meyakinkannya. Bahkan, ada beberapa kalimat seperti "Kalau tidak percaya,
bacalah di link website berikut ini!". Padahal, link di website itu pun
belum tentu akurat informasinya. Terus terang, buat Anda, berita di paragraf
pertama yang Anda baca, adalah karangan saya yang hanya saya asal bikin!
Jadi
sudah jelas-jelas bohong. Namun, bayangkan bila saya mulai kirim via SMS
ataupun messages lainnya. Berita ini dengan mudah akan menyebar ke masyarakat!
Makin
membingungkan..
Saat
ini memang ada bergitu banyak informasi yang bisa kita peroleh. Berita apa
saja. Apalagi di Internet. Nyaris semua informasi, mulai dari yang benar sampai
dengan yang menyesatkan, semua ada di dalamnya.
Hampir
untuk setiap informasi, mulai dari yang mendukung hingga ke informasi yang
menolak semua bisa Anda dapatkan. Misalkan saja, kontroversi antara perlunya
minum suplemen vitamin atau tidak.
Anda
bisa mendapatkan di Internet, ratusan website yang menyebutkan perlunya minum
suplemen vitamin itu. Namun, saya bisa juga menunjukkan begitu banyak website
yang menyatakan percuma minum vitamin karena yang penting adalah melalui
makanan sayur dan buah, sudah cukup.
Nah,
kalau kita kaitkan dengan topik utama artikel ini yang berhubungan dengan
pengembangan diri, begitu pula informasi yang kita peroleh. Melalui berbagai
artikel dan tulisan yang kita baca, maka kita pun bisa mendapatkan berbagai
topik yang kontroversi. Misalkan saja topik mengenai pentingnya goal.
Namun,
ada banyak juga website yang bisa saya tunjukkan, yang mengatakan betapa goal
itu tidak berguna karena lemyata rata-rata orang yang membuat goal dan berhasil
mencapainya hanya sekitar 10%.
Bahkan,
termasuk topik yang saya bawakan di Indonesia, Kecerdasan Emosional. Banyak
yang mendukung, tetapi saya pun bisa menunjukkan begitu banyaknya informasi
yang bernada miring bahkan menganggap Kecerdasan Emosional itu hanya isapan
jempol belaka.
Akibatnya,
dengan semakin banyaknya informasi yang kita miliki, bukan kita semakin terang
tetapi justru makin bingung.
Belajar
tetapi hati-hati...!!
Memang,
salah satu guru manajemen Peter Drrucker mengingatkan bahwa sekarang adalah era
di mana setiap orang harus "learn,
re-learn serta un-learn", sebuah era di mana kita harus
belajar, belajar lagi serta melupakan hal-hal yang kita pelajari (khususnya
yang sudah usang).
Melihat
perkembangan informasi yang begitu luar biasanya saat ini, maka seyogianya
sekarang, kita tambahkan lagi pemahaman bahwa bukan hanya belajar, tetapi juga belajar dari informasi
yang tepat.
Masalahnya,
dengan mencermati situasi di atas, kita melihat bahwa kita bisa belajar begitu
banyak hal, dengan sumber dari mana saja tetapi bukannya kita semakin jelas
malah kita dibuat semakin membingungkan.
Itulah
sebabnya, saya merasa bahwa pada masa depan nanti, tantangannya bukan lagi
orang disuruh untuk belajar tetapi mencari informasi yang tepat serta mampu
memilah-milah mana informasi yang berguna dan mana yang sebenarnya hanyalah
isapan jempol-belaka.
Salah
satu cara untuk memilah dan membeda-bedakan mana informasi yang berharga dan
mana yang tidak dengan menggunakan saringan informasi yang dikembangan oleh
Russel Ackoff.
Menurutnya,
ada lima proses informasi yang bisa kita lewati untuk memilah dan menentukan
apakah suatu informasi bisa menjadi suatu pembelajaran yang penting buat kita
ataupun tidak.
Pertama-tama
dimulai dengan sebuah data. Menurut Ackoff, data hanyalah sebuah
keterangan dan berita. Jadi sifatnya netral. Isinya bisa benar atau bisa
bohong, bergantung pada bagaimana kita menyikapi data tersebut.
Semestinya
kita bukan lagi hanya menjadi seorang pembelajar,melainkan juga menjadi pembelajar
yang cermat.
Berikutnya,
jika kita tertarik, data akan bergerak menjadi informasi. Di sinilah kita mulai
mencari tahu dan mendapatkan gambaran lebih detil soal data itu misalkan kapan,
di mana, bagaimana. Jadi, informasi itu sifatnya lebih detail dari data.
Selanjutnya,
dari informasi, akan menjadi suatu pengetahuan (Knowledge) apabila informasi
itu terus kita kumpulkan dan kita tanamkan dalam benak kita. Lantas, berikutnya
dengan pengatahuan yang begitu banyak, ia pun akan menjadi suatu pemahaman (understanding).
Pada
level ini, seseorang mlai bisa menjadi konsultan dan pengajar atas suatu
pengetahuan, sebab ia memiliki pemahaman. Selanjutnya, level tertinggi adalah
kebijaksanaan (wisdom). Disinilah levelnya bukan sekadar mengerti, tetapi ia
bisa mengaitkan, memprediksi bahkan membuat kesimpulan penting dari apa yang
dipahaminya.
Nah,
untuk melewati tahapan-tahapan tersebut, ujian atas sebuah data sangatlah
penting. Di sinilah, ada beberapa saringan ujian yang perlu kita lakukan.
Minimal ada empat saringan utama yang perlu dilakukan. Pertama, uji
kredibilitas sumber asli.
Pertama-tama, sumber
informasi akan menentukan kualitasnya. Siapa yang mengatakan,
bagaimana orang yang mengatakan, apakah memang dia ahlinya, apakah dia sendiri
membuktikannya.
Kedua, uji
isi informasinya. Apakah informasinya masuk akal, adakah
infomasinya sendiri saling bertentangan, apakah ada informasi pihak lain yang
menentang informasi itu, apakah ada pembandingnya? Ketiga, uji manfaat. Apakah
informasi itu layak untuk disimpan ataukah hanya untuk sekedar pengetahuan
saja, apakah akan berguna untuk masa depan ataukah bisa menjadi sesuatu yang
penting disimpan untuk suatu ketika dibutuhkan?
Dan
akhirnya, keempat
adalah uji dampak.
Pertanyaannya adalah kalau Anda melakukan sesuatu dengan informasi itu,
dampaknya apa buat diri Anda dan mungkin juga orang di sekeliling Anda.
Dengan
segala pemahaman ini, semestinya kita bukan lagi hanya menjadi seorang
pembelajar saja, tetapi juga menjadi pembelajar yang cermat. Tidak asal terima
informasi, merespon setiap informasi ataupun lebih parah lagi tertipu
mentah-mentah oleh suatu informasi.
Sumber : Anthony Dio Martin
0 Response to "Waspadalah Jangan Asal Baca ! GOsip itu Informasi Atau Ilmu"
Posting Komentar