Jika di sebagian wilayah di
Indonesia kerbau hanya dipandang sebagai hewan ternak dan sering kali
ditemukan berkubang lumpur di sawah, tidak demikian halnya dengan kerbau
yang ditemukan di sekitar kehidupan sehari-hari masyarakat Toraja. Bagi
mereka, kerbau memiliki posisi istimewa dan menjadi salah satu simbol
prestise dan kemakmuran.
Dalam upacara adat Toraja seperti
Rambu Solo, kerbau memegang peranan sebagai salah satu peranti utama.
Kerbau digunakan sebagai alat pertukaran sosial dalam upacara tersebut.
Bagi masyarakat Toraja, jumlah kerbau yang dikorbankan menjadi salah
satu tolok ukur kekayaan atau kesuksesan anggota keluarga yang sedang
menggelar upacara adat. Kebanggaan akan hal tersebut terlihat dari
jumlah tanduk kerbau yang dipasang pada bagian depan Tongkonan (rumah adat tradisional Toraja) keluarga penyelenggara upacara Rambu Solo.
Bentuk fisik kerbau yang oleh masyarakat Toraja disebut tedong
itu berbeda dengan yang banyak ditemukan di kawasan lainnya. Kerbau
Toraja rata-rata berbadan kekar dan beberapa di antaranya memiliki kulit
belang _oleh orang Toraja disebut Tedong Bonga (kerbau jenis ini
merupakan spesies endemik) serta tanduk memanjang. Dengan berbagai
keistimewaan tersebut, tidak heran jika harga seekor kerbau yang kondisi
fisiknya dinilai sempurna oleh masyarakat setempat dapat mencapai harga
ratusan juta per ekor.
Agar tubuh kerbau menjadi kekar dan
kuat, selain rumput yang bagus beberapa suplemen seperti susu dan
belasan butir telur ayam menjadi santapannya sehari-hari. Kekuatan dan
postur tubuhnya akan sangat berpengaruh pada nilai jual serta daya
tempur kerbau di arena adu kerbau.
Kerbau yang sering muncul sebagai
pemenang memiliki nilai jual lebih tinggi dan tentunya penggemar
tersendiri di arena adu kerbau _pasilaga tedong_ yang digunakan sebagai ajang hiburan rakyat bagi masyarakat sekitar.
Kerbau dalam Rambu Solo'
Bagi masyarakat Tana Toraja di Sulawesi Selatan (Sulsel), meyakini kerbau adalah kendaraan bagi arwah menuju Puya
(dunia arwah, atau akhirat). Kerbau pun memiliki kedudukan unik bagi
masyarakat Toraja. Ia diternakkan dan sebagai alat pembajak sawah,
sekaligus dianggap hewan sakral dan simbol status sosial.
Kerbau bagi orang Toraja dinilai sesembahan tertinggi bagi masyarakat adat Toraja yang meninggal, melalui ritual rambu solo’. Rambu Solo’
ini bisa dilakukan berhari-hari, bahkan ada berminggu-minggu, dan
dihadiri ribuan warga. Salah satu ritual penting adalah penyembelihan
kerbau.
Dalam kepercayaan Aluk To Dolo _agama Toraja kuno_ rambu solo’
dilakukan keluarga bangsawan. Makin tinggi nilai kebangsawanan, makin
besar dan mewah pula upacaranya. Belakangan ritual ini bisa juga oleh
non bangsawan, tetapi memiliki keuangan cukup.
Dalam ritual kematian ini, kerbau yang dikorbankan sangat tergantung
hasil rembuk keluarga besar. Dalam rembuk ini, biasa juga ditetapkan
kapan ritual dilaksanakan.
Hal menarik dalam ritual ini adalah jenis kerbau yang dikorbankan ternyata memiliki kasta beragam, antara lain tedong bonga, tedong pudu’ dan tedong sambao’. Tedong bonga adalah kerbau dengan kasta tertinggi. Dinamai bonga karena memiliki belang di sekujur tubuh. Tedong bonga ini memiliki beberapa jenis, didasarkan jenis dan belang pada tubuhnya.
Ada bonga sanga’daran, yaitu kerbau belang bagian mulut didominasi warna hitam. Ada juga bonga randan dali’ jika warna alis mata hitam. Juga bonga lotong boko’ jika memiliki warna hitam di bagian punggung. Tedong bonga dengan nilai tertinggi adalah tedong saleko atau kerbau belang terbaik. Kulit didominasi warna putih pucat, dengan bercak atau belang hitam di sekujur tubuh.
0 Response to "Inilah Alasan Mengapa Tedong (Kerbau) Begitu Istimewa Di Tanah Toraja"
Posting Komentar