Dari beberapa literasi yang terbaca penulis, termasuk kunjungan ke
beberapa website dan blog di dunia maya, menyebutkan secara seragam
bahwa nenek moyang orang Mamasa berasal dari Ulu Sa’dan, Tanah Toraja,
hal tersebut memang bisa dibuktikan secara kasat mata berdasarkan
beberapa fakta yang tersimpan hingga sekarang ini. Dicontohkan pada
kesamaan bahasa, budaya dan kesenian.
Website dan Blog yang penulis kujungi seperti Suara Mamasa, web.
portal Pemkab. Mamasa, Mamasa Tempodoeloe. Blog. Spot.com, Toraja Cyber
News, malaqbi.com, www.tokohindonesia.com, http://mamasa-online.blogsp,
menyebutkan bahwa Mamasa adalah sebuah tempat berada di sebelah barat
Toraja dan sering disebut Toraja Barat, pada jaman kekuasaab kolonial
Belanda.
Tentang asal usul orang Mamasa, hampir semua catatan tentang Mamasa
menyebutkan, bahwa dalam kisaran cerita yang diturunkan secara turun
temurun. Tentang enam orang bersaudara, berbadan besar dan tegak dari
Ulu Sa’dang (wilayah ini dalam Kabupaten Tana Toraja, red.) berjalan
melakukan pengembaraan. Mereka itu bernama Puang Rimulu,’ Mangkoana
(Lando Belue’), Pongka Padang, Bombong Langi, Lando Guntu dan Lombeng
Susu.
Keenam orang ini kemunculannya di Ulu Sa’dang tidak diketahui dari
mana asalnnya. Keenam laki-laki ini kemudian memilih arah
pengembaraannya, Puang Rimulu memilih untuk tinggal di Rantepao, Lando
Guntu ke Duri (mungkin di Kab. Enrekang), Lombe Susu ke Lohe Galumpang,
Bombong Langi’ ke Masumpu, Lando Belue ke Bone (mungkin di Kab. Bane di
Sulawesi Selatan). Sementara Pongka Padang terus berjalan ke barat
hingga ke Tabulahan.
Pada kisahnya, Pongka Padang yang kemudian oleh orang-orang Mamasa
disebut sebagai Nene’ Pongka Padang dalam perjalanan dari Ulu Sa’dang,
ditemani oleh dua orang pengiringnya, masing-masing membawa gong Pedang
dan sepu’ (jimat-jimat, pakaian dan lain-lain).
Perjalanan panjang tim ekspedisi kecil Pongka Padang ke barat, ternyata
betul-betul sangat melelahkan. Lembah, sungai, gunung dan ngarai semua
dilewati dengan tujuan mencari daerah tempat yang damai untuk menetap.
Karena lelahnya saat tiba di sebuah gunung yang tinggi, bersuhu dingin
dibawah nol derajat celcius, salah seorang pengawal Pongka Padang,
bernama Mambulillin, mengalami letih yang amat sangat. Pengawal itu
kemudian pamit pada Pongka Padang untuk pergi selama-lamanya.
Pada gunung tinggi dan bersuhu dingin tersebut Pongka Padang,
bersedih atas kepergian pengiringnya yang setia. Dan menguburkan
Mambulillin di tempat itu juga. Atas pengabdian yang setia hingga akhir,
Pongka Padang mengabadikan nama gunung tersebut dengan Mambulillin.
Hingga sekarang, Gunung Mambulilling yang bisa dilihat dengan jelas dari
Dusun Rante Pongko, Kec. Mamasa, menjadi legendaris dan merupakah salah
satu obyek wisata alam yang sangat prospek di Kabupaten Mamasa.
Tentang nama Mambulilling, penulis melihatnya sebagai nama yang telah
menjadi milik masyarakat Mamasa secara meluas, bahkan tempat mobil
angkutan umum dari Polewali ke Mamasa, diberi nama Mambulillin, bahkan
ada beberapa nama perusahaan menggunanakan Mambulillin. Mungkin karena
Mambulillin ini melekat pada nama sebuah gunung.
Lebih uniknya, meskipun telah dikisahceritakan secara meluas bahwa
Mambulillin itu adalah pengiring dari Nene’ Pongka Padang, moyang dan
pemimpinnya orang Mamasa, Mambulillin ini melewati ketenaran dari
tuannya di masa sekarang ini. Perlu diberi catatan, untuk mengenang
kebesaran moyangnya, beberapa daerah memberi nama jalan di kotanya
sesuai nama orang tersebut, termasuk nama gedung, ruang pertemuan atau
tempat umum yang mudah diingat oleh masyarakat. Misalnya dikenal Baruga
Batara Guru, ruang pertemuan La Galigo, Stadion Si Jalak Harupat dan
lain-lainnya.
Bisa jadi tidak terabadikannya nama Nene’ Pongka Padang di Mamasa,
karena moyang orang Mamasa ini, tidak menginginkannya. Karena dalam
beberapa kisah cerita disebutkan bahwa Pongka Padang adalah orang yang
tidak butuh ketenaran, anti kekerasan hingga mewarsikan “ada tuo” serta
sangat mencintai kehidupan yang damai.
Meringkasceritakan perjalanan panjang Nene’ Pongka Padang, moyangnya
orang Mamasa, disebutkan pertemuannya dengan seorang perempuan yang
bernama To Rije’ne. Keduanya lalu menjadi suami istri dan menetap di
sebuah tempat yang bernama Buntu Bulo, To Rije’ne kemudian melahirkan
anak-anak Pongka Padang yang berjumlah tujuh orang. Dari tujuh orang
putra-putri Pongkapadang, kemudian lahir sebelas orang cucu Pongka
Padang. Inilah yang kemudian menurunkan orang-orang Mamasa secara khusus
dan Sulawesi Barat secara umum, masing-masing Dettumanan di Tabulahan,
Ampu Tengnge’(tammi’) di Bambang, Daeng Matana di Mambi, Ta Ajoang di
Matangnga, Daeng Malulung di Balanipa(Tinambung), Daeng Maroe di
Taramanu’ (Ulu Manda’), Makke Daeng di Mamuju, Tambuli Bassi di
Tappalang, Sahalima di Koa (Tabang), Daeng Kamahu, (Ta Kayyang Pudung)
di Sumahu’ (Sondoang), Ta La’binna di Lohe Galumpang (Mangki tua).
Tentang pertemuan antara Pongka Padang dan To Rije’ne tersebut,
selain perpaduan asmara dua manusia, satu dari laut dan satu dari
gunung. Secara tersirat menyimpulkan adanya pertemua dua dunia budaya
yang berbeda. To Rije’ne, bila dieja secara sintaksis, To, berarti
manusia atau orang, Rije’ne artinya dari air. Kosa kata ini adalah
bahasa Makassar, bahasa yang dipakai pada salah satu pusat kerajaan dan
budaya di Sulawesi Selatan, yaitu Kerajaan Gowa. Dan disebutkan juga
dalam berbagai literatur bahwa dari Gowa adalah salah pusat penyebaran
manusia-manusia pertama di Sulawesi Selatan. Juga bila melihat nama-nama
dari sebelas cucu Pongka Padang – To Rije’ne, ada Daeng Matana di
Mambi, Daeng Maroe di Taramanu’ (Ulu Manda’), Daeng Kamahu di Sumahu,
Daeng Maroe di Taramanu, memiliki kemiripan dengan nama-nama orang
Makassar.
Penulis juga menjumpai beberapa kosa kata dalam bahasa Mamasa yang
sangat identik dengan Bahasa Makassar, misalnya “pira,” dan “allo.”
Proses geminasi (penebalan) untuk mengatakan “berapa hari” bahasa Mamasa
menyebutnya “piranggallo,” identik dengan Bahasa Makassar pada arti
yang sama. Namun begitu untuk menarik satu kesimpulan, empirik seperti
ini butuh yang riset yang mendalam.
Akbat dari penyebaran dari sebelas cucu Pongka Padang – To Rije’ne
tersebut, penulis menyarikutifkan pandangan Octovianus Danunan, Pendiri
Group Kondosapata yang dipublish oleh Mamasa On Line, menyebutkan bahwa
wilayah itu adalah sebahagian besar adalah Kabupaten Mamasa, secara
khusus dan Kondosapata secara luas, meliputi daerah Pesisir, Mamuju
(Pamboang) Ulu Manda', sampai ke daerah Binuang. Sementara daerah
pedalaman (pegunungan) mencakup Tabulahan (Rantebulahan), Bambang,
Mambi, Aralle, Matangganga, Malabo (Tanduk Kalua') Balla, Mamasa, Sesena
Padang, sampai ke wilayah Tabang. MUlai dari Suppiran, Sepang, Messawa,
Tabone Sumarorong, Pana'.
Kondosapata menurut publish-an tersebut. “Wilayah tanah adat yg
didiami sekelompok orang dan memiliki prinsip-prinsip hidup yg sangat
baik, beradab, punya falsfah yang sangat kokoh, berfungsi untuk mengikat
masyarakat sosial yangg ada di dalamnya, saling menghargai, saling
menghormati, saling menyayangi agar tetap hidup dalam kekeluargaan,
rukun dan damai. Prinsif dan falsafah hidup yang dipakai,
diinplementasikan dalam nilai-nilai kehidupan sosial, adat istiadat,
budaya dari generasi ke generasi berikutnya ,” (Octovianus Danunan,
dalam Mamasa On Line).
Menurut Octovianus Danunan , Prinsip atau falsafah hidup yang
mengikat secara kuat manusia-manuia yang mendiami Kondosapata serta
memperjelas keberadaan itu diwujudkan prinsip dan kebiasaan hidup yang
tercermin dalam bahasa, adat istiadat, upacara, agama dan kehidupan
sosial umum. Prinsip saling menghargai dan menghormati terdapat dalam
ungkapan, Sitayuk, Sikamasei, Sirande Maya Maya, Artinya saling
menghormati, saling menghargai, saling mengasihi dan saling mengangkat
satu dengan yang lain.
Dari Kondosapata Wai Sapalelean inilah yang kemudian hari menjelma
menjadi Kabupaten Mamasa. Sebuah kabupaten yang di jazirah pulau
Sulawesi, disela-sela pengunungan dengan alam yang indah, kaya budaya
dan didiami manusia-manusia mendambakan keselarasan untuk hidup aman
tenteram dan damai.
A. Tentang Mamasa Terkini
Kabupaten Mamasa adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi
Sulawesi Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota
Mamasa, sekitar 340 km dari Kota Makassar, dapat ditempuh sekitar 9
hingga 11 jam dari Kota Makassar menggunakan angkutan umum. Kabupaten
Mamasa didirikan disaat secara administratif masih berada dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Selatan dengan terbitnya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 11 tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Mamasa dan
Kota PalopoKabupaten Mamasa memiliki batas wilayah yang meliputi,
sebelah utara Kabupaten Mamuju, sebelah selatan Kabupaten Polewali
Mandar, sebelah Barat, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Pinrang
(dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan).
Kabupaten Mamasa awalnya terdiri dari 4 kecamatan, yakni kecamatan
Mamasa, Mambi, Sumarorong dan Pana, kemudian berkembang menjadi 17
kecamatan dan 123 kelurahan/desa. Jumlah penduduk Kabupaten Mamasa
sebanyak 125.088 orang yang terdiri dari laki-laki 62.132 orang dan
perempuan 62.956 orang.
Kabupaten Mamasa pada Sektor Pertanian cukup berkembang, meliputi
hasil di antaranya padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,
kacang hijau, kacang kedelai, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dan sector
perkebunan kabupaten ini cukup potensil untuk perkebunan kopi maupun
kakao, yang dikelola petani secara tradisional. Tanaman kopi yang
dihasilkan petani Kabupaten Mamasa, semasa masih menjadi bagian dari
Kabupaten Polmas telah memberikan konstribusi dalam mengangkat nama
Polmas sebagai penghasil kopi bahkan tidak sedikit kopi asal Mamasa yang
di pasarkan di daerah tetangga seperti Kabupaten Tana Toraja.
Pembangunan sub sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan
populasi dan produksi ternak untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan
makanan bergizi, disamping itu juga digunakan untuk meningkatkan
pendapatan peternak. Di antara populasi ternak yang berkembang di
Kabupaten Mamasa adalah ternak sapi, kerbau, kuda, kambing dan babi.
Sedangkan untuk jenis unggas adalah ayam kampung, ayam ras dan itik
lokal.
Kabupaten Mamasa merupakan destinasi utama Pariwisata di Provinsi
Sulawesi Barat. Dimana Wilayah Kabupaten Mamasa berada di atas
pegunungan yang masih hijau. Di dalam hutan hijau itu dihuni oleh
beragam satwa langka. Beberapa suku terkenal juga tinggal di kawasan
itu, di antaranya suku Toraja, Mandar, Bugis, dan Makassar. Daerah yang
luasnya mencapai 2.759,23 km2 itu ternyata menyimpan potensi wisata yang
menggiurkan. Salah satunya adalah Mamasa kota - ibu kota Kabupaten
Mamasa yang saat ini menjadi incaran para wisatawan. Pasalnya, kota
Mamasa adalah satu-satunya kota kabupaten yang memiliki panorama alam
sejuk, segar, dan indah. Tak heran jika sebagian besar wisatawan yang
berkunjung di tempat ini menyebutnya sebagai "Kota Kembang" atau "Kota
Sejuk" di Jazirah Sulawesi. Entah kapan dan siapa yang memulai menyebut
Mamasa kota sebagai "Kota Kembang". Sumber informasi di Mamasa
menyebutkan, julukan "Kota Kembang" itu sudah ada sejak dulu, bahkan
telah menjadi tempat peristirahatan tempo dulu.
Kabupaten Mamasa memiliki puluhan objek wisata, antara lain objek
wisata permandian air panas Kole Rambusaratu, air terjun Liawan, air
terjun Sollokan, air panas alam Malimbong, wisata air terjun Sambabo.
Selain itu, di Kabupaten Mamasa juga terdapat objek wisata bagi turis
yang suka mendaki sambil menikmati panorama alam sejuk, yakni pendakian
ke puncak Gunung Mambuliling, wisata jalan kaki menikmati panorama Mussa
Ballapeu dan Sesena Padang. Objek wisata air terjun Liawan berada di
wilayah Kecamatan Sumarorong, permandian air panas alam Malimbong, dan
air terjun Sollokan di Malimbong, Kecamatan Messawa. "Objek wisata yang
berada di lokasi jalan poros Kabupaten Polewali- Mamasa sebagai pintu
gerbang wisata Kabupaten Mamasa dari arah selatan.
Bagi wisatawan remaja atau orang tua berjiwa muda dan senang jalan
kaki, sebaiknya tak perlu ragu. Di Kabupaten Mamasa terdapat objek
wisata jalan kaki yang paling banyak diikuti kaum muda, yakni mendaki ke
puncak Gunung Mambuliling. Lokasi Gunung Mambuliling dapat dilihat bila
kita berada di kota Mamasa. Selain menikmati keindahan gunung,
pengunjung dapat pula menikmati kesejukan air terjun Mambuliling.
Objek wisata Kabupaten Mamasa yang cukup menarik ialah panorama Mussa
Ballapeu. Lokasi wisata ini berada pada ketinggian sekitar 1.600 meter
di atas permukaan laut dan ditempuh berjalan kaki selama dua jam.
Pengunjung objek wisata ini dapat pula menyaksikan kuburan tua
Minanga yang berusia ratusan tahun, yang terbuat dari kayu uru berbentuk
kerbau, babi, dan perahu yang tersimpan dalam sebuah bangunan kayu.
Selain itu, di lokasi tersebut terdapat perkampungan tradisional terpanjang di Mamasa, yakni perkampungan desa wisata Ballapeu.
Untuk tetap memantapkan kerja sama semua pihak dalam memberikan
pelayanan kepada turis dan pengunjung lainnya di Kabupaten Mamasa, pemda
setempat meningkatkan terjaminnya keamanan dan peningkatan
infrastruktur jalan.
sumber TIM
0 Response to "Sejarah Asal Usul Orang Pertama Di Mamasa"
Posting Komentar