SELAMAT JALAN, UNTUKMU YANG PERGI...
Berambut lurus, berkulit putih (kuning langsat). Orangnya periang dan suka bercanda, umurnya sekitar 50-an hanya mengira-ngira karna dia jauh melampaui umur saya. tak lepas sarung yang di ikatkan di pinggangnya Itulah ingatanku tentang sosok MENDE'.
Kebanyakan masyarakat Desa Panetean memanggilnya dengan sebutan TOMAHO yang jika di tafsirkan kurang lebih adalah si bisu kalau di kampung, lebih akrabnya lagi TOMAHONA HATTA itu cara untuk membedakan dengan yang lainnya sehingga di ikutkan nama saudaranya sebagai nama "pam" karena memang di Desa Panetean ada beberapa orang yang mengidap tuna wicara.
Setiap bertemu di manapun, dia sesekali melayangkan pukulan-pukulan kecil ke lengan mungkin karna dia menyukai olah raga tinju tapi itulah bentuk tegur sapanya untuk mengajak bercanda dan bercerita meski dalam bentuk bahasa isyarat, "mmaaa..." Hanya itu yang mampu ia ucapkan maklum "kasihan"... Dia bisu semenjak dilahirkan.
Sedikit bernostalgia... Masih terbayang suasana kampung di masa kecilku dulu kalau sudah sampai waktu musim padi berbuah kita wajib untuk menjaga tanaman padi (mangempe) dari ganasnya kawanan burung pipit, hoaaa!!! Hoaaa!!! teriakan sana-sini di setiap pematang sawah sambil memukul dinding gubuk ataupun seng dengan sebatang bambu untuk mengusir dan menakut-nakuti burung pipit berharap tidak hinggap di sawah kami. Jadi, Kalau sudah pagi-pagi buta se usai sholat subuh, warga sudah mulai bergegas menuju sawah dengan bekal masing-masing untuk persiapan sampai soreh.
Satu hal lagi yg tak luput dari ingatanku, setiap di musim itu pasti tak ketinggalan terpancang beberapa baling-baling (kihi'ang dalam bahasa kampungnya) di balik gunung-gunung yang berbukit tinggi. Baling-baling yang ini terbuat dari olahan kayu, mulai dari ukuran kecil sampai yang besar dengan mengikatkan bambu di ujungnya berputar searah jarum jam lalu dengan tiupan angin dapat menghasilkan bunyi , besar kecilnya bunyi yang di hasilkan itu tergantung dari ukuran besar kecilnya baling-baling. Bua-bua kalah itu tempat yg paling ramai untuk ajang mempertontonkan kehebatan dan kelebihan baling-baling siapa yang paling jago... Untuk menilainya ukuran yang menjadi patokan sehingga satu dengan yang lainnya berlombah-lombah membuat yang lebih besar dari sang rival, "lagairih" jika di tafsirkan lagi "si kirih" gelaran baling-baling si super jumbo milik MENDE', tak satupun baling-baling yang mampu menyamainya saking besarnya dibutuhkan 2 sampai 3 orang dewasa untuk memikul melewati jalan setapak hingga menyeberang sungai menuju bua-bua yang sedikit bertanah lapang tempat saya dulu sering mai bola bersama teman se-usiaku. Di sudut lapangan kecil itulah sang lagairih di pancang dengan gagahnya cara memasangnya pulah harus satu persatu karna berat jadi harus mulai dari menancapkan tiangnya dulu dengan kokoh barulah memasang gagangnya (pasongkong) dengan cara memanjat tiang berikut barulah baling-balingnya, tak jarang juga MENDE' sesekali memanjat tiang baling-balingnya untuk membantu sang lagairih berputar kalau angin tak lagi bertiup kencang. Jadi kalau menyebut KIHI'ANG sudah tidak terlepas dari benak masyarakat panetean dengan sosok MENDE'. Ini sedikit tulisan untuk mengenangya.
Senin 28 Maret 2016 tepat pukul 06:10 handphoneku berdering sepeti biasa pertanda ada layanan SMS masuk, kulihat terterah nama FIKAL 88 itu nama kontaknya yang dulu saya save sebelum jadi kepala desa, saya lalu membuka dan kagetnya lagi isi SMSnya bertuliskan " innalillahi wainna ilaihi raji'un mate kasi Mende' lea"(Mende' sudah meninggal kasian) saya sempat terenyuh beberapa menit sebelum melayangkan SMS yang sama kepada keluarga yang lain, memang beberapa minggu yang lalu saya sempat dapat kabar dari keluarga bahwa MENDE' sedang dalam keadaan sakit. Dari mamuju, Selasa 29 maret 2016 kutuliskan ungkapan duka cita yang sedalam-dalamnya untuk almarhum MENDE' semogah Allah menerima amal ibadahnya dan menempatkan beliau di sisinya Amin...
0 Response to "In Memoriam, Mende' Si Bisu Dari Panetean"
Posting Komentar