Institut Hijau Indonesia, sebuah lembaga yang fokus pada bidang sosio-ekologis, mendesak pemerintah membeberkan nama seluruh perusahaan yang diduga bertanggung jawab atas kesengajaan membakar hutan dan lahan. Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad menyebut, pemerintah juga harus berani membongkar siapa saja orang berpengaruh yang kemungkinan ikut menikmati uang dari perusahaan yang terlibat membakar hutan.
"Siapa sebenarnya di balik perusahaan pembakar itu? Sudah saatnya dibuka. Seolah-olah di depan publik anti pembakaran hutan, tapi ternyata dia berada di balik perusahaan itu," ujar Chalid di Jakarta hari ini, Sabtu (24/10).
Chalid mengatakan, pemerintah harus lebih terbuka kepada publik karena kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan korban yang tidak sedikit. Dampaknya juga bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Chalid menduga, para pemilik perusahaan yang diduga ikut membakar hutan dan lahan itu memiliki kekuatan politik untuk melindungi perusahaan milikinya.
Untuk itu, kata Chalid, penting bagi pemerintah melibatkan bantuan lembaga yang berhubungan dengan audit yang ada di Indonesia. "Misalkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), bahkan Pusat Penelusuran Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK)," ujar Chalid.
"Upaya penelusuran itu perlu dilakukan, kalau perlu sang pemiliknya dikenakan pidana."
Kanalisasi Lahan Gambut
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menegaskan, kanalisasi yang dibuat di sekitaran lahan gambut tidak akan membuat lahan tersebut basah melainkan sebaliknya. Rencana pemerintah membuat kanal bersekat untuk membasahi gambut dikatakan sebagai sebuah kesalahan.
Kepala Divisi Kampanye Walhi Nur Hidayati mengungkapkan, kanalisasi dibuat untuk mengeringkan gambut sebelum akhirnya dibakar dan dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit.
"Gambut itu seperti spons, kehadiran kanal seperti pemeras spons dan mengeluarkan air dari gambut," kata Hidayati.
Hidayati menambahkan, seharusnya yang dilakukan pemerintah sekarang adalah melakukan penutupan kanal-kanal yang sekarang sudah ada di lahan-lahan gambut tersebut.
Penutupan dilakukan dengan harapan air yang terletak di kanal primer bisa kembali masuk ke lahan gambut dan kondisinya kembali basah. "Kami sudah sampaikan kanal itu jangan dibuat, kanal buatan perusahaan lebih baik ditutup saja," ujarnya.
Terkait dengan eksistensi kanal di lahan gambut di Indonesia, Hidayati menyebutkan jumlahnya sekarang sudah sangat banyak dan sulit untuk diakumulasikan. Namun jika diperkirakan panjang kanal bisa mencapai dua juta kilometer.
"Itu jika dibentangkan bisa sepanjang Sabang hingga Merauke," katanya.
0 Response to "Mengapa Pemerintah Tidak Mau Beberkan Nama-Nama Perusahan Yang Membakar Hutan"
Posting Komentar